Upaya Asosiasi Angkatan Fantastis Indonesia (AAFI) cabang Nias Barat untuk merambah sektor revitalisasi cagar budaya di Pulau Nias disambut dengan dua mata pisau: kontroversi dan harapan baru. Setelah sukses besar dalam bidang pendidikan dan pendanaan, AAFI Nias Barat kini mengambil langkah ambisius dengan mengalokasikan sumber daya besar untuk menyelamatkan sejumlah rumah adat tradisional (Omo Hada) dan situs megalitik yang kondisinya kritis. Langkah ini dipandang sebagai penyelamat oleh sebagian komunitas yang khawatir warisan leluhur mereka akan lapuk dimakan usia, namun juga memicu perdebatan sengit mengenai metode, otentisitas, dan keterlibatan pihak luar dalam melestarikan identitas budaya yang sangat sakral.
Titik utama kontroversi terletak pada metode revitalisasi yang diusulkan oleh AAFI Nias Barat, yang melibatkan integrasi teknologi modern, seperti penggunaan drone mapping untuk dokumentasi dan material penguat struktural yang dianggap lebih tahan lama. Beberapa tokoh adat dan budayawan lokal menyuarakan kekhawatiran bahwa modernisasi ini akan mengkompromikan nilai otentik dan kesakralan dari situs-situs tersebut, yang harusnya diperbaiki menggunakan bahan dan teknik tradisional sepenuhnya. Mereka berpendapat bahwa intervensi AAFI Nias Barat, meskipun beritikad baik, berpotensi mengubah warisan budaya menjadi komoditas pariwisata alih-alih menjaganya sebagai pusaka sejarah.
Merespons kritik tersebut, AAFI Nias Barat mengambil langkah cepat untuk memastikan bahwa keterlibatan komunitas adat adalah inti dari setiap keputusan revitalisasi. Mereka membentuk Dewan Konsultasi Budaya yang terdiri dari tetua adat, Salu-Salu (pemimpin ritual), dan pengrajin tradisional. Tujuannya adalah menyelaraskan inovasi pendanaan dan manajemen mereka dengan kearifan lokal. AAFI berjanji untuk menjadikan proyek ini sebagai model Revitalisasi Berbasis Komunitas (RBC), di mana teknologi hanya digunakan sebagai alat bantu dokumentasi dan efisiensi, sementara eksekusi teknis tetap mengacu pada kaidah dan filosofi pembangunan tradisional Nias.
Dengan tantangan yang kompleks ini, AAFI Nias Barat berada di persimpangan jalan penting: membuktikan bahwa organisasi modern mampu menjadi pelindung yang efektif bagi warisan leluhur. Jika berhasil, proyek ini tidak hanya akan menyelamatkan bangunan fisik dari kehancuran, tetapi juga menghidupkan kembali semangat gotong royong dan keahlian tradisional yang nyaris punah. Keberhasilan dalam proyek cagar budaya ini akan memperkuat posisi AAFI sebagai lokomotif pembangunan yang holistik—tidak hanya fokus pada ekonomi dan pendidikan, tetapi juga pada penjagaan identitas kultural yang menjadi fondasi bagi kemajuan Pulau Nias di masa depan.